Meneguk Kopi di AceHTrend

Pagi tadi (23/06/18), saya dan Muhammad Alkaf bergerak menuju Markas AceHTrend di seputaran Tibang Banda Aceh. Sampai di sana, suasana masih lumayan sepi.

Rencana ini dilatari oleh keinginan kami untuk menjemput pagi bersama secawan kopi di Bin Ahmad Coffee. Tapi, kami datang terlalu pagi sehingga yang kami temui hanya kesunyian.

Karena kondisi Bin Ahmad Coffee masih lengang, kami pun menyusup ke ruang redaksi AceHTrend di lantai dua. Sampai di depan ruang redaksi, pintu masih terkunci.

Dengan beberapa ketukan tak-tik-tuk, akhirnya pintu terbuka. Muhajir Juli, Pemred AceHTrend itu melempar senyuman dengan kondisi mata lumayan “sipit.”

Tanpa harus dipersilakan, saya dan Alkaf pun masuk ke ruang redaksi. Muhajir Juli meminta seseorang untuk membeli nasi bungkus. Selang beberapa menit, tiga bungkus nasi pun mendarat di meja kami. Dan kami pun makanlah.

Kemudian kami bertiga melanjutkan “perjalanan” ke Bin Ahmad Coffee. Kami pun memesan kopi. Suasana warkop sudah mulai ramai.

Bin Ahmad Coffee

Sembari mengecap kopi, kami pun larut dalam perbincangan lintas topik, mulai dari isu-isu hangat yang hilir-mudik di beranda media sosial, soal pejabat-pejabat korup, politisi busuk, sampai soal celana dalam bernama kolor.

Menjelang siang, Alkaf pamit pulang, sementara Muhajir Juli kembali “kabur” ke ruang redaksi. Kondisi yang tadinya kleu ek kleu ok, kembali lengang.

Sebab saya tidak suka kesunyian, saya pun berhijrah ke lain meja. Di sana terlihat Risman Rachman yang sedang bersemadi dengan wajah menunduk menatap android.

@rismanrachman

Saya pun mencoba “memecah” konsentrasi “mantan” Steem Ambassador ini dengan beberapa pertanyaan yang low quality. Dan alhamdulillah, beliau berhasil saya “ganggu.”

Web Master AceHTrend, Riadi, yang tadinya duduk bersama kami di meja sebelah juga ikut bergabung di hadapan Steemian paling “taat,” Risman Rachman.

@tinmiswary, @rismanrachman dan Riadi Husaini

Setelah menghabiskan kopi dan menyantap makan siang gratis, seorang kawan, Faisal Ridha, datang menjemput. Menjelang Magrib, kami pun meninggalkan AceHTrend.

Saya dan Tgk Faisal Ridha bergerak menuju kediaman seorang mantan juru runding GAM, Om Nur Djuli. Di sana, dengan didampingi istrinya Shadia Marhaban, Om Nur bercerita tentang banyak hal. Seperti diskusi di ruang kuliah, kami pun bicara bergantian.

Di kediaman Nur Djuli

Dalam diskusi itu, ada satu kata yang sering kami ulang-ulang. Lari, lari dan lari.

Post a Comment

0 Comments