Menulis dalam Keramaian

Sebagai makhluk sosial kita tentu sering terlibat dalam keramaian. Bahkan hidup sendiri adalah keramaian, bukan kesendirian dan keterasingan.

Mengecap kopi sembari berbincang dengan teman-teman adalah salah satu bentuk kehadiran kita dalam keramaian. Bahkan duduk berdua sekali pun juga bagian dari keramaian, meskipun dalam skala kecil.

Hidup di luar keramaian akan melahirkan kejenuhan. Dan kejenuhan yang terus-menerus sama saja dengan mati.

Keramaian memberi ruang bagi kita untuk saling berkomunikasi satu sama lain. Dan yang terpenting, keramaian akan menghilangkan kebisuan.

Nah, bisakah kita menulis dalam keramaian? Tentu ada beragam jawaban.

Namun demikian, jika pertanyaan hanya bertumpu pada “kebisaan,” maka jawabannya adalah bisa. Tapi apakah cukup dengan bisa? Saya memilih menjawab “tidak cukup.”

Tentu ada aspek lain yang harus diperhatikan. Salah satunya adalah persoalan etika dalam keramaian. Sangat tidak elok jika kita bersunyi-sunyi dalam keramaian.

Pada saat bertemu dengan teman-teman misalnya, apakah pantas kita duduk “menyepi” dan terbang jauh ke alam pikir sendiri, sementara teman kita pun “menyingkir” ke alamnya sendiri? Jawabannya adalah tidak, sebab kondisi tersebut akan menyebabkan hilangnya nilai keramaian.

Lantas, bolehkah kita menulis dalam keramaian? Jawabannya adalah boleh jika ia tidak mengganggu keramaian. Jika dengan menulis dapat mengganggu keramaian, maka menunda menulis tentu lebih baik.

Google.com

Tapi bagaimana jika kita dituntut untuk menyelesaikan tulisan dalam kondisi kita sedang mengecap kopi dan berkomunikasi dengan teman?

Dalam kondisi tersebut kita harus mampu membuat “siasat.” Dan siasat ini harus disesuaikan dengan kondisi keramaian.

Jika kita duduk bertiga dalam satu meja, maka kita harus mampu memanfaatkan kekosongan dialog untuk kemudian menulis dalam ruang kosong tersebut. Pada saat teman kita berbicara dengan teman lain, maka pada saat itulah kita menulis sedikit demi sedikit sesuai waktu jeda dengan tetap “melirik” dan mendengarkan perbincangan mereka.

Tapi, bagaimana jika kita duduk berdua? Kapan kita menulis? Ini pun harus disesuaikan dengan kondisi. Sehebat apapun sebuah dialog, tetap saja ada waktu jeda. Di waktu jeda inilah kita menulis. Seandainya waktu jeda ini tidak ada, maka solusinya adalah meminta izin beberapa menit kepada teman untuk menulis sambil bicara. Hahaha.

Foto: @misbahjuli

Post a Comment

0 Comments