Penjilat dalam Kekuasan

Aksi jilat-menjilat yang akan diulas secara singkat dalam tulisan ini hanya terbatas pada ruang kekuasaan, bukan di tempat lain. Saya sengaja membuat pembatasan agar ia tidak mengembang liar ke mana-mana, sebab aksi jilat-menjilat ini sendiri akan menjadi kajian yang sangat luas jika tidak dibatasi.

Untuk memulai ulasan ini, saya akan menyederhanakan saja dua jenis manusia dalam lingkungan kekuasaan yang kemudian akan kita sebut sebagai atasan dan bawahan. Dalam praktiknya, dua tipe manusia inilah yang memainkan perannya dalam aksi jilat-menjilat. Namun demikian, term atasan di satu tempat bisa saja berubah menjadi bawahan di lain tempat. Demikian pula sebaliknya, seorang bawahan di satu ruang bisa menjadi atasan di ruang lain. Dengan kalimat yang lebih sederhana, baik atasan maupun bawahan adalah peran yang melekat pada seseorang.

Agar tidak ada yang “baper” baiknya ditegaskan juga bahwa aksi jilat-menjilat ini tidak dilakukan oleh semua orang, tapi hanya oleh oknum yang memang mendedikasikan hidupnya untuk menjilat. Demikian pula dengan sebutan atasan dan bawahan dalam tulisan ini juga ditujukan kepada oknum, baik secara personal maupun oknum berjamaah alias komunitas oknum. Dan, yang terpenting, kita tetap percaya bahwa masih ramai orang-orang baik di luar sana yang tetap setia pada kewarasan dan anti kepada aksi jilat-menjilat.

Dalam lingkungan kekuasaan, sosok penguasa adalah atasan tertinggi yang disokong oleh para bawahan yang kemudian menjadi atasan pula bagi orang-orang di bawahnya. Sederatan bawahan itu nantinya juga menjadi atasan bagi orang-orang di bawahnya lagi. Demikian seterusnya. Atasan dan bawahan terus berada dalam satu rangkaian sambung-menyambung. Hanya penguasa yang menjadi atasan tanpa harus menjadi bawahan.

Dalam memainkan perannya, atasan menukikkan pandangannya ke bawah sementara bawahan menengadah ke atas. Dalam hubungan timbal balik inilah aksi jilat-menjilat menemukan wujudnya yang dilatari oleh alasan dan tujuan tertentu.

Dalam lingkungan kekuasaan, aksi jilatan biasanya dilakukan dari bawah. Para bawahanlah yang merasa punya kepentingan untuk menjilat orang-orang di atasnya. Sementara atasan tidak perlu menjilat, kecuali  atasan yang masih memiliki atasan. Dan, atasan yang berada di posisi puncak semisal penguasa justru sama sekali tidak butuh menjilat siapa pun, sebab ia memiliki kekuatan untuk menekan. Sementara bawahan harus terus menjilat sebab ia tidak mampu menekan.

Tutor Circle

Nah, kira-kira apa saja yang menjadi alasan bawahan menjilat atasan di lingkungan kekuasaan? Saya akan mengurai tiga alasan saja yang menurut saya paling banyak digunakan dalam dunia penjilatan di lingkungan kekuasan di mana pun di seluruh muka bumi.

Pertama, ingin memiliki jabatan. Tipe manusia seperti ini adalah mereka yang tidak memiliki jabatan sama sekali sementara ia sangat merindukan jabatan tersebut untuk dapat menekan orang lain yang berada di bawahnya. Orang serupa ini biasanya akan melakukan apa saja untuk memperoleh jabatan dari penguasa. Dia akan mendukung penuh keputusan penguasa meskipun tanpa alasan. Tidak berhenti di situ, dia juga akan mengumumkan dukungannya kepada publik. Dia berharap dukungannya ini akan diketahui penguasa sehingga nantinya dia bisa memperoleh jabatan karena dianggap telah berjasa kepada penguasa.

Kedua, ingin naik jabatan yang lebih tinggi. Tidak mudah untuk naik jabatan dalam lingkungan kekuasaan. Bermodal kecerdasan dan prestasi saja tidak cukup sehingga harus dibarengi dengan jilatan-jilatan guna mendapat perhatian lebih dari atasan. Aksi jilat model ini sering dilakoni oleh bawahan yang ingin mengubah nasibnya agar lebih baik. Dalam kondisi inilah jilatan memainkan perannya sehingga si bawahan terpaksa menggadaikan kehormatannya untuk sementara waktu sampai cita-citanya tercapai. Dia akan menunjukkan kepada atasannya bahwa ia sosok yang loyal sehingga layak dinaikkan jabatannya sehingga bawahannya bisa bertambah.

Ketiga, untuk mempertahankan jabatan. Seperti diketahui jabatan adalah “kursi panas” yang senantiasa diperebutkan oleh para bawahan yang ingin menjadi atasan. Kursi ini terus bergoyang dan digoyang sehingga bergoyang-goyang. Dalam kondisi ini terkadang bawahan harus memainkan jilatannya kepada penguasa agar kursi yang didudukinya tidak lagi bergoyang. Tanpa melakukan jilatan, bukan tidak mungkin kursi tersebut akan berpindah pantat – diduduki oleh bawahan lain yang juga ingin menjadi atasan bagi bawahannya.

Tersebab tiga alasan itulah aksi jilat-menjilat terus kekal abadi dalam lingkungan kekuasaan. Si bawahan menjilat dengan penuh harap, sementara atasan menerima jilatan dengan lapang dada sebagai sebuah kebanggaan tiada tara.

Post a Comment

0 Comments