Berebut Siapa Paling Gila

Bagi sebagian orang, “gila” adalah penyakit. Sementara bagi sebagian lainnya, “gila” justru menjadi spirit. Gila sebagai penyakit menjadi tidak penting untuk dibahas karena ia berada di luar kendali manusia. Sebaliknya kegilaan dalam bentuk spirit menjadi urgen untuk dideteksi, diketahui, diamalkan atau dipunahkan.

Setiap orang akan melakukan usaha-usaha agar ia terhindar dari penyakit gila. Hampir tak ada manusia waras yang mengharapkan kegilaan. Sebaliknya, gila dalam bentuk spirit justru terus menjadi-jadi dan merajalela.

Kasus di Langsa baru-baru ini adalah wujud kegilaan paling gila yang segila-gilanya dan menggila-gila. Mereka telah menginjak kewarasan dan mencampakkan kemanusiaannya dalam kubang kejahilan sebagai manifestasi kegilaan. Mereka telah berikrar untuk abadi dalam kegilaan. Selalu dan selalu saja gila.

Kegilaan telah menjadi parameter untuk mengukuhkan kegagahan. Menyirami pasangan yang sudah menikah dengan air got hanya karena kecurigaan telah melakukan mesum adalah bentuk kegagahan dalam bingkai kegilaan.

Ada banyak kegilaan bergentayangan di hadapan kita. Sebagian mereka menjadi gila karena kekayaannya yang kemudian bermuara pada keangkuhan. Ada yang gila karena jabatannya sehingga ia pun otoriter. Tidak sedikit pula yang menjual, atau lebih tepat melelang agamanya demi kegilaan kuasa dengan praktik monopoli kebenaran, seolah namanya telah terpancang di surga.


[123rf](https://www.123rf.com/photo_63518215_stock-vector-crazy-cartoon-witch-flying-on-her-broom-vector-clip-art-illustration-with-simple-gradients-all-in-a-.html)
Di zaman ini, orang-orang terus berebut untuk menjadi yang paling gila. Semakin gila semakin merasa dirinya bermartabat. Semakin gila semakin keren. Semakin gila semakin asyik. Demikian seterusnya.

Akhirnya apa? Kita pun tenggelam dalam kegilaan. Kita menjadi gila dan gila menjadi kita. Tidak ada lagi gila, yang ada hanya kita. Tidak ada lagi kita, yang ada hanya gila.

Post a Comment

0 Comments