Ketika Semua Mengaku Wartawan

Berbekal kartu pers, setiap orang merasa berhak menyebut dirinya sebagai wartawan. Dengan bermodal kartu pers tersebut sebagian oknum merasa bebas melakukan aksinya di kantor-kantor pemerintah. Sebagian oknum tersebut menjadikan kartu pers hanya sebagai pelindung dalam menjalan aktivitas. Tidak sedikit oknum yang memiliki kartu pers tetapi tidak memahami fungsi dan tugas-tugas wartawan. Dan bahkan sebagian mereka justru tidak memiliki kemampuan jurnalistik.

Di sebagian tempat, kartu pers telah menjadi petaka bagi si oknum wartawan itu sendiri. Dengan kartu itu si oknum telah menjadi “hantu” yang ditakuti oleh oknum pejabat korup. Melalui oknum pejabat korup inilah si oknum “wartawan bodrex” menemukan kehidupannya. Selama pejabat-pejabat korup itu masih ada, selama itu pula si oknum berkartu pers akan merajalela.

Keberadaan oknum “wartawan bodrex” ini tentunya dapat merusak citra dan wibawa wartawan-wartawan profesional dan bahkan mencemarkan dunia jurnalistik. Sebagian besar “wartawan bodrex” adalah sosok-sosok yang muncul tiba-tiba dengan alasan tertentu dan hanya berlandaskan pengakuan yang dibuktikan dengan  kartu pers dari media yang sama sekali tidak dikenal publik.

Uniknya lagi, sebagian “wartawan bodrex” ini menjalankan aksinya secara musiman. Ketika ada kasus-kasus tertentu, tiba-tiba saja ia menjadi wartawan, atau lebih tepatnya mengaku sebagai wartawan. Kartu pers yang sebagiannya didapatkan secara “liar” dari media-media “majhul” telah menjadi “senjata” bagi sebagian oknum untuk pamer kekuatan.

Di era informasi yang serba bebas seperti saat ini, kemunculan “wartawan bodrex” memang sulit dibendung. Dengan demikian kita tidak perlu heran dengan menjamurnya media-media online yang sebagiannya hanyalah blog pribadi dengan misi tertentu. “Menyulap” blog menjadi media online tentu tidak sulit, sebab sebagian masyarakat kita pun tidak terlalu kritis dalam membaca media tertentu, khususnya media online. Tombol share di media sosial memiliki peran besar untuk menyebarkan informasi yang ditulis “wartawan bodrek” di media “abal-abal.”

Saat ini, tidak hanya politisi-politisi besar, politisi kecil semisal caleg pun sebagiannya juga memiliki media sendiri untuk kepentingn politiknya. Seperti diketahui dan dapat dilacak, bahwa sebagian besar media online musiman ini tidak terdaftar di Dewan Pers. Media semisal ini hanya muncul di musim pemilu dan hilang tenggelam setelah pemilu berakhir. Bagi masyarakat yang kritis tentu mereka bisa membedakan antara media resmi dan blog, tapi sebagian masyarakat lainnya justru tidak peduli dengan persoalan ini.

Tidak sedikit pula berita dari beberapa media abal-abal ini yang hanya tayang beberapa jam dan kemudian hilang tiba-tiba. Pada awalnya media serupa ini tampak bersemangat “menyerang” pihak tertentu, tapi setelah beberapa jam berita tersebut tidak bisa lagi diakses. Demikian seterusnya, berita-berita dari media semisal itu muncul tiba-tiba dan hilang pun tiba-tiba.

Kondisi ini jika terbiarkan terus-menerus tentu akan melahirkan kebingungan di kalangan publik. Sudah saatnya media abal-abal dan wartawan bodrex segera ditertibkan demi terjaganya marwah para kuli tinta dari “tangan-tangan kotor” oknum berkartu pers yang menampilkan diri sebagai wartawan dadakan.

Post a Comment

0 Comments