Keinginan Menjadi Politisi

Ada beragam motif yang mendorong seseorang untuk bergabung dalam partai politik. Ada yang sekadar mencari pengetahuan tentang politik praktis; ada yang cuma ingin mencari pengalaman dan teman; ada yang hendak mempersiapkan diri sebagai tokoh atau minimal calon tokoh; dan ada pula yang didorong oleh keinginan untuk duduk di kursi kekuasaan formal semisal legislatif atau eksekutif.

Beberapa motif tersebut bisa saja bersifat tunggal pada pikiran anggota partai politik dimaksud dan bisa pula mereka “memborong” semua motif tersebut secara bersamaan. Segala kemungkinan tersebut sangat tergantung pada pribadi masing-masing.

Dalam perkembangan selanjutnya dorongan-dorongan itu akan menjelma sebagai tujuan-tujuan yang akan dicapai di kemudian hari. Seperti kata “ahli hikmah” bahwa orang yang sukses adalah orang yang setia pada tujuannya. Berpijak pada “nasehat” ini, maka politisi yang sukses adalah politisi yang tetap berpegang pada tujuan awalnya. Jika ia berbelok dari tujuan yang telah dirancangnya sebelum menjadi politisi, maka dengan sendirinya ia akan gagal; dalam pengertian tidak sesuai dengan tujuan.

Seseorang yang bergabung dengan partai politik untuk belajar politik praktis baru bisa disebut sukses jika ia tetap fokus pada pengetahuan seperti dicita-citakannya. Namun jika dalam perjalanannya kemudian ia turut serta dalam “perebutan” kekuasaan, maka ia adalah politisi yang gagal sebab telah melenceng dari tujuan awal.

Demikian pula dengan politisi yang didorong oleh keinginan mencari teman dan pengalaman akan dianggap sukses jika dia berhasil menemukan pengalaman menarik di partai politik yang dimasukinya. Kesuksesannya juga akan semakin sempurna pada saat ia memperoleh banyak teman di partainya atau di partai lain yang menjadi rivalnya. Sebaliknya, jika dia menggunakan pengalaman dan teman tersebut untuk mencalonkan diri sebagai caleg atau kepala daerah, maka dia pun telah gagal karena telah melampaui tujuan awal.

Model politisi lainnya adalah mereka yang ingin menciptakan dirinya menjadi tokoh publik. Untuk menjadi tokoh publik tentunya tidak harus mencalonkan diri sebagai caleg atau kepala daerah. Namun sebagai politisi mereka tetap melakukan aktivitas politik semisal juru kampanye (jurkam) atau bahkan menjadi pimpinan partai politik tanpa harus menduduki kursi legislatif atau eksekutif di pemerintahan. Bagi tipe politisi ini keberadaanya yang dikenal publik sudah cukup membanggakan tanpa perlu menjadi anggota dewan, bupati atau presiden.

Motif politisi selanjutnya ingin menduduki kursi kekuasaan. Bagi tipe ini, keterlibatannya dalam partai politik hanyalah medium untuk menjemput kekuasaan formal di pemerintahan. Sejak awal bergabung dalam partai politik, sosok ini akan berusaha mencalonkan diri dalam pemilu, minimal sebagai caleg. Kesuksesan tipe ini dapat diukur apabila ia berhasil menjadi legislatif atau eksekutif di pemerintahan. Biasanya tipikal serupa ini tidak begitu peduli pada pengetahuan politik, pengalaman atau pun teman. Yang terpenting baginya adalah duduk di kursi kekuasaan formal.

Seperti disebut di awal, ada juga sebagian kalangan yang didorong oleh banyak motif dalam waktu bersamaaan. Tujuannya bergabung dengan partai politik adalah untuk belajar, ingin menjadi tokoh, mencari pengetahuan, menemukan pengalaman, teman dan sekaligus ingin berkuasa.

Namun demikian dalam kenyataannya hampir sebagian besar politisi mengubah tujuannya, baik terpaksa atau sukarela; atau justru diubah oleh kondisi setelah ia bergabung dalam partai politik.

Setiap perubahan tentu wajar-wajar saja, tapi jika merujuk pada motif dan tujuan awal, politisi yang berubah ini adalah sosok-sosok yang “gagal.” Tinggal saja bagaimana kita dan mereka mendefinisikan kegagalan itu.

Post a Comment

0 Comments