Politik Uang, Salah Siapa?

Kita tentu tidak asing dengan istilah politik uang yang populer disebut money politic. Namun sampai saat ini kita belum menemukan informasi memadai sejak kapan politik uang ini dipraktikkan. Kita juga tidak tahu apakah ia muncul baru-baru ini atau telah menjadi “tradisi” sejak dari masa lalu. Saya pribadi menganggap tidak penting tentang apakah politik uang itu “tradisi” atau bukan. Yang penting diketahui adalah kenapa dan untuk apa politik uang itu dilakukan. Satu lagi, siapa yang patut disalahkan dengan munculnya praktik ini di pentas politik praktis.

Bagi politisi yang ingin tampil bersih di depan publik tentunya akan melakukan perlawanan keras terhadap berbagai bentuk politik uang yang dimainkan sebagian oknum. Sebaliknya, bagi politisi yang menganggap uang sebagai raja, praktik politik uang adalah senjata ampuh guna meraih kemenangan dalam kontestasi politik yang penuh intrik.

Dalam kenyataannya saat ini uang telah mampu “menundukkan” logika sebagian pemilih untuk kemudian meninggalkan nalar sehatnya dan beralih pada kegilaan materialistik. Dalam kondisi pemilih seperti inilah praktik politik uang menjadi efektif dan bahkan efisien untuk diterapkan. Dalam kondisi ini politik uang akan memberi dampak memuaskan bagi oknum politisi tertentu, sekaligus menghadirkan kenikmatan materialistik kepada oknum pemilih. Bagi masyarakat yang telah “menuhankan” materi dan kenikmatan sesaat, praktik politik uang adalah tindakan wajar belaka, untuk tidak menyebutnya sebagai “wajib.”

Meskipun tidak melalui riset profesional, saya memiliki keyakinan bahwa politik uang dimulai oleh para oknum politisi itu sendiri. Merekalah yang mengajari rakyat dengan praktik politik uang sehingga dalam perkembangan selanjutnya rakyat pun tercerdaskan. Jika dulu politisi kesulitan melakukan praktik politik uang, maka sekarang oknum rakyatlah yang mengingatkan politisi agar tidak lupa memberikan uang kepada mereka, khususnya di musim-musim politik.

Karena praktik politik uang terus terjadi di sepanjang musim politik akhirnya ia pun menjadi semacam “tradisi” yang dianggap wajar. Bahkan, beberapa politisi yang pada awalnya dikenal bersih pun mulai tergoda melakukan trik politik uang demi menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Akhirnya praktik politik uang telah menjelma sebagai sebuah strategi efektif untuk meraup suara dalam pemilu.

Kecuali itu, dalam penerapan praktik politik uang yang semakin kompetitif telah pula melahirkan sejenis “simbiosis mutualisme” antara politisi dan rakyat, di mana kedua pihak merasa sama-sama diuntungkan. Dengan demikian politik uang dapat terus memainkan peranannya dalam puji dan caci. Jika sudah begitu, siapa yang hendak disalahkan?

Post a Comment

0 Comments