Caleg Pelit dan Caleg Boros

Siapa saja yang mencalonkan dirinya sebagai caleg pasti membutuhkan uang guna memuluskan aktivitas politiknya. Adalah omong kosong jika ada caleg yang menganggap uang tidak penting dalam kontestasi politik.

Belum lagi mendaftar sebagai caleg, uang sudah harus dikeluarkan, minimal untuk biaya pas foto 3×4 atau 4×6. Setelah mendaftar, kebutuhan akan uang pun semakin meningkat. Demikian pula saat memasuki musim politik, stok uang juga harus stabil.

Dalam kaitannya dengan uang ini, sosok caleg terbagi kepada dua jenis; caleg pelit dan caleg boros. Pelit dan boros adalah sifat manusia yang tentunya juga dimiliki oleh caleg yang notabene berasal dari manusia pula.

Setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan munculnya sikap pelit dan boros pada caleg tertentu. Pertama, faktor bawaan; artinya sebelum menjadi caleg sosok tersebut memang sudah pelit atau boros. Kedua, faktor kondisi; artinya sikap pelit dan boros ditentukan oleh stok uang yang dimilikinya. Jika uangnya banyak ia bersikap boros dan jika uangnya sedikit ia berubah menjadi pelit.

Sebagian masyarakat kita menyukai caleg boros dan membenci caleg pelit. Dalam konteks kebutuhan sebagian masyarakat akan uang tentunya penilaian semacam ini menjadi wajar belaka.

Namun terlepas dari semua itu sikap boros dan pelit adalah sama-sama tercela jika mereka meletakkan sikap tersebut bukan pada tempatnya.

Caleg boros adalah mereka yang menghamburkan uang di luar tempatnya sehingga sia-sia. Sementara caleg pelit adalah mereka yang abadi pada kepelitannya dan tidak mau mengeluarkan uang meskipun di tempat bermanfaat.

Adapun sosok caleg ideal adalah mereka yang mampu dan cerdas mengatur keuangan mereka secara efektif. Dia akan mengeluarkan uang jika diyakininya pengeluaran tersebut berdampak pada keterpilihannya dalam pemilu. Selain itu, dia juga mampu menahan pengeluarannya pada hal-hal yang tidak bermanfaat bagi posisinya sebagai caleg.

Post a Comment

0 Comments