Perkawinan antara dua anak manusia yang telah menjadi kekasih tidak hanya sekadar untuk memenuhi nafsu seksual belaka, tapi juga sebagai sarana untuk melanjutkan keturunan dengan melahirkan manusia-manusia baru yang akan mewarisi dunia. Dalam setiap perkawinan normal kehadiran anak selalu saja dinantikan, sebab ia akan menjadi perekat hubungan sepasang kekasih yang telah memilih hidup bersama.
Kehidupan tanpa anak adalah kehidupan yang sepi. Kita menyaksikan sendiri bagaimana lengangnya rumah-rumah mewah tanpa kehadiran seorang anak yang menjadi penghibur bagi kedua orangtuanya. Manusia yang masih sehat pikirannya tentu sangat merindukan kehadiran anak sehingga ia pun akan berduka ketika anak yang dinantinya tak kunjung hadir. Namun begitu, takdir Tuhan tentu tak dapat ditolak, di mana masih ramai saudara kita, atau mungkin kita sendiri yang belum dikaruniai anak.
Di awal kehadirannya, dalam usia yang masih bayi, anak akan menjadi penghibur yang membuat suasana keluarga menjadi ramai. Kehadirannya dapat mengobati kepenatan ayah ibunya. Tangis dan tawanya terkadang mampu mencairkan ketegangan ayah bundanya yang sedang berseteru.
Dalam suasana kehidupan yang harmonis anak akan dibesarkan dengan kasih sayang sehingga ia pun tumbuh dewasa. Kasih sayang kedua orangtuanya akan membentuk kepribadiannya di kemudian hari. Anak-anak serupa ini tidak hanya menjadi pewaris keluarga, tapi juga akan membalas jasa-jasa orangtuanya di masa depan.
Sebaliknya, dalam keluarga yang kacau, anak-anak akan dibesarkan dalam suasana kebencian sehingga ia pun akan menjadi pribadi yang bebal di kemudian hari. Pribadi yang senantiasa kecewa kepada ayah bundanya sebab masa kecilnya begitu suram dan mengerikan.
Kendati demikian, anak yang dididik dengan kelembutan dan kasih sayang terkadang juga terperosok sebagai pribadi yang manja dan durhaka di kemudian hari sehingga orangtuanya pun larut dalam kesedihan.
0 Comments