Haji Uma

Keberuntungan dan nasib seseorang memang sulit ditebak. Semuanya berjalan di atas kehendak Tuhan dan juga ditunjang oleh usaha-usaha serius oleh masing-masing pribadi. Tanpa usaha, keberuntungan itu tidak akan muncul dengan sendirinya.

Di dunia politik, keberuntungan-keberuntungan semisal itu juga sering kita temui. Orang-orang yang sering gagal di ruang lain terkadang menemukan keberuntungannya di pentas politik. Dan tidak sedikit pula orang-orang yang beruntung di dunia politik tapi gagal dalam menjalani kehidupan sosial atau bahkan ambruk dalam kehidupan keluarga yang merupakan lingkungan terkecil dalam kehidupan.

Namun begitu, ramai pula orang-orang di luar sana yang selalu saja berhadapan dengan segala keberuntungan dalam kehidupannya. Salah satu dari sekian banyak orang itu adalah Haji Uma.

Haji Uma memang bukan tokoh besar di pentas politik Indonesia. Dia tidak sepopuler Fadli Dzon dan bukan pula tokoh politik ternama semisal Fahri Hamzah. Haji Uma adalah sosok yang biasa-biasa saja dan tidak pernah terlibat dalam ingar-bingar politik Indonesia.

Dia bernama Sudirman, mirip dengan nama seorang jenderal besar, panglima angkatan perang Republik di masa lalu, Jenderal Sudirman. Tapi Sudirman ini tidak ada hubungan apa pun dengan jenderal besar itu, dia hanya sosok masyarakat biasa.

Sudirman mulai dikenal luas oleh masyarakat Aceh ketika ia memerankan sosok Haji Uma dalam Film Serial Eumpang Breuh. Film ini sendiri cukup populer di Aceh dan menjadi hiburan terbaik pasca penandatangan MoU Helsinky.

Sejak itulah sosok Sudirman semakin dikenal di Aceh, namun bukan sebagai Sudirman, tapi sebagai Haji Uma, sosok yang ia perankan dalam film itu. Haji Uma dikenal karena karakternya yang kocak dan menghibur.

Pada 2014 lalu Haji Uma mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mewakili Aceh. Haji Uma benar-benar beruntung. Berkat kepopulerannya dia terpilih sebagai salah seorang anggota DPD.

Berbeda halnya dengan oknum-oknum politisi badut yang wujudnya hilang tiba-tiba pasca terpilih, Haji Uma justru senantiasa hadir di ruang publik. Koran-koran di Aceh selalu saja memberitakan kegiatan-kegiatan kemanusiaan yang ia lakukan. Tidak hanya sekali, tapi berkali-kali.

Meskipun kegiatan-kegiatan kemanusiaan yang dilakukan Haji Uma bukan kewenangan DPD, tapi publik tak peduli. Yang penting bagi mereka, Haji Uma selalu hadir memberikan bantuan kepada masyarakat Aceh yang membutuhkan. Haji Uma selalu muncul ketika masyarakat membutuhkan uluran tangannya. Dengan tanpa jeda dan tanpa hentia Haji Uma selalu saja menjadi penolong bagi masyarakat yang keberadaanya sering diabaikan oleh pemerintah.

Haji Uma juga senantiasa menyuarakan apa saja yang menjadi kepentingan rakyat. Meskipun usahanya tidak semuanya membuahkan hasil, tapi publik tak peduli. Yang penting Haji Uma tak pernah absen bersuara di tengah bisunnya oknum politisi badut yang liurnya terbang dan muncrat di panggung kampanye, tapi selalu hilang ketika pantat mereka duduk di kursi empuk kekuasaan.

Haji Uma telah berhasil menjadi contoh bagi oknum politisi busuk di negeri ini. Padahal ia hanya seorang DPD yang tidak punya “kekuatan besar” layaknya DPR, bupati, apalagi gubernur. Haji Uma telah mengajarkan bagaimana caranya rasa peduli itu diaktualisasikan agar rasa itu tidak selalu terkurung dalam konsep-konsep abstrak yang tak bernilai.

Karena kerja keras dan kerja nyata inilah Haji Uma kembali terpilih sebagai anggota DPD untuk periode kedua pada Pileg 2019 tanpa harus melakukan kampanye besar-besaran, apalagi money politik.

Haji Uma tidak memiliki tim sukses yang “terstruktur, sistematis dan masif” layaknya politisi pada umumnya. Keberuntungannya dilatari oleh kerja-kerja sosialnya pasca terpilih pada periode pertama dan ditunjang oleh pemberitaan media yang positif.

Perolehan suara Haji Uma pada Pileg 2019 mencapai 960.033 suara dan meninggalkan rivalnya dalam jarak angka yang cukup jauh, sampai-sampai ada yang berseloroh hahwa Haji Uma berhasil “memborong” 3 kursi DPD dari empat kursi yang diperebutkan. Uniknya lagi suara Haji Uma juga berhasil mengalahkan suara Capres/Cawapres Jokowi-Makruf yang hanya memperoleh 404.188 suara di Aceh.

Post a Comment

0 Comments