Kedai Kopi Bagi Orang Kampung

Bagi sebagian besar orang Aceh, kopi adalah minuman “sunat muakkad,” kalau tidak mau dikatakan wajib. Tanpa harus melakukan penelitian yang rumit dan menghabiskan biaya yang ujung-ujungnya harus korupsi, hanya melalui observasi insidental, dapat diduga bahwa dalam satu hari orang Aceh minimal meminum satu gelas kopi.

Itu adalah angka minimum yang paling umum. Dalam beberapa kasus, bahkan ada orang yang minum kopi secara “brutal” sampai bergelas-gelas yang ia sendiri tak mampu menghitungnya. Artinya untuk angka peminum maksimum sulit ditebak. Namun begitu, secara umum, para peminum kopi “ekstrem” sanggup minum dua sampai tiga gelas kopi sehari.

Karena kegemaran minum kopi lumayan tinggi di Aceh, maka hubungan orang Aceh dengan kedai kopi pun sangat dekat. Dengan kata lain, selain masjid, kedai kopi adalah salah satu tempat yang selalu dikunjungi minimal satu kali sehari. Karena itulah jarang ada kedai kopi yang tutup.

Keakraban orang Aceh dengan kedai kopi dapat kita saksikan sendiri di kota-kota, baik kota kecil seperti Bireuen, Lhokseumawe atau pun kota besar seperti Banda Aceh. Hampir di setiap jalan kota ada kedai kopi. Dan, sebanyak apa pun kedai kopi yang berderet, pengunjungnya selalu saja ramai.

Uniknya lagi semahal apa pun kopi itu dijual, tetap saja laku. Bahkan ada yang rela mengekor di antrean panjang demi membeli sebungkus kopi. Pemandangan semisal ini salah satunya dapat disaksikan di kedai kopi Cita Rasa Bireuen.

Jika di kota sedemikian ramai, lantas bagaimana dengan di kampung? Nah, justru di kampung kedai kopi adalah satu-satunya pusat keramaian. Kedai-kedai kopi di kampung selalu saja penuh sesak dengan pengunjung.

Dalam satu kampung minimal ada satu kedai kopi. Hampir dapat dipastikan tidak ada kampung di Aceh yang tanpa kedai kopi. Bahkan di kampung saya yang lumayan kecil ada lima kedai kopi. Semuanya ramai.

Bagi petani, kedai kopi adalah tempat istirahat setelah mereka bekerja di siang hari. Bagi pedagang, kedai kopi adalah tempat menghitung laba. Bagi anak muda, kedai kopi adalah tempat berkumpul dan bersenda gurau. Sementara bagi pemalas, kedai kopi adalah penginapan dan bahkan kantor untuk cang panah. Dan, semua aktivitas itu mereka lakukan sambil menyeruput kopi.

Selain itu, kedai kopi juga menjadi medium pemersatu masyarakat kampung. Kepala desa boleh saja membuat rapat besar di menasah. Demikian pula dengan Imum Chiek juga boleh membuat pengumuman di masjid. Tapi, kesimpulan dari semua itu justru berada di kedai kopi. Kedai kopi menjadi tempat untuk menyeleksi segala informasi yang beredar.

Bagi orang kampung, kedai kopi adalah kekuatan.

Post a Comment

0 Comments