Yudisium

Kemarin, Rabu (29/08/2019) saya bersama teman-teman mahasiswa Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh mengikuti prosesi yudisium di Aula Pascasarjana. Acara itu diikuti oleh sembilan belas orang lulusan doktoral dan sekitar delapan puluh sekian lulusan magister. Saya sendiri tergabung dalam gerombolan magister yang hampir saja kena DO karena dinilai lambat menyelesaikan kuliah, hampir genap lima tahun.

Dalam prosesi yudisium tersebut ada dua yudisia yang mendapat nilai cumlaude; satu lulusan doktoral dan satu lulusan magister. Keduanya mendapat penghargaan khusus dari pihak akademik karena lulus tepat waktu dengan nilai tinggi.

Sementara sejumlah yudisia lainnya mendapat nilai bervariasi dari kategori baik sampai sangat baik. Saya sendiri mendapat IPK 3,51 (sangat baik) dengan lama studi lima tahun.

Tentu tidak ada yang istimewa dengan perolehan nilai itu. Bagi saya, bisa lulus saja sudah merupakan pencapaian besar sebab saya menjalani kuliah dalam kondisi bekerja sehingga harus pandai-pandai menyiasati waktu. Dari sisi pendanaan, saya juga menggunakan dana pribadi dan tidak pernah mendapat beasiswa. Dengan demikian perolehan IPK dengan angka tersebut dan lama studi yang mencapai lima tahun tentu masih terbilang wajar.

Beberapa teman ada yang mengeluhkan persoalan nilai yang diperoleh dalam yudisium karena dianggap terlalu kecil. Saya mengatakan kepada si teman bahwa nilai akademik hanya berguna di kampus dan belum tentu bermanfaat di luar kampus.

Keyakinan seperti itu harus tertanam dalam pikiran yudisia sehingga mereka tidak kecewa dengan perolehan nilai yang didapat. Seseorang yang mendapat nilai tinggi di kampus belum tentu dapat mengaplikasikan pengetahuannya di luar kampus. Begitu pula dengan yudisia yang memperoleh nilai rendah di kampus bukan berarti dia akan gagal di luar kampus.

Nilai hanya sebatas angka dan pengakuan akademik. Adapun intelektualitas seseorang tidak selamanya bergantung pada angka-angka. Buktinya ramai orang-orang besar di dunia ini yang nilai akademiknya hancur, tapi dia sukses tampil sebagai “pemenang” di luar sana. Sebaliknya, ramai pula sosok yang terlihat cerdas dengan nilai akademik tinggi tapi justru menjadi pecundang di luar sana.

Post a Comment

0 Comments