Pecundang Politik

Beberapa tukang ceramah di Aceh pernah mengatakan dalam khutbah-khutbah mereka bahwa politik itu Sie manok panggang itek (yang disembelih ayam. tapi yang dipanggang justru itik) atau yang serumpun dengannya, Lam geureupoeh manok na itek (dalam kandang ayam ada itik). Dalam konteks yang lebih luas, kalimat-kalimat bernuansa satire itu juga sering digunakan oleh orang-orang kampung untuk menggambarkan adegan-adegan konyol dalam dunia politik.

Seperti kita lihat, politik cenderung bergerak liar dan tak terkendali. Dalam politik, segala janji, perkawanan, kesetiaan dan konsistensi hanya bualan belaka. Hanya kepura-puraan. Hanya tipuan.

Kita sama sekali tidak menafikan adanya dunia politik yang bersih, namun kondisi demikian teramat langka, khususnya di abad modern. Meskipun tidak mustahil, namun sangat sulit menemukan seorang politisi yang benar-benar bersih, setia dan konsisten. Buktinya kita nyaris selalu berhadapan dengan politisi badut, cengeng, oportunis dan penipu.

Diakui atau pun tidak, politik juga kerap melahirkan pecundang yang berlagak kesatria. Mereka adalah politisi yang gagal mencapai kemenangan dalam kontestasi politik. Politisi pecundang adalah mereka yang tidak pernah siap dengan kekalahannya sehingga ia pun menjadi budak kekuasaan.

Politisi pecundang tidak segan-segan memusnahkan segala harapan pendukungnya yang dulu membelanya mati-matian. Segala janji dan harapan yang dulu pernah ia ucapkan tiba-tiba saja dianggap sepi.

Bagi politisi pecundang jabatan lebih penting, meskipun ia harus menghamba pada lawan politiknya. Padahal dulunya, ia bersama pendukungnya telah sepakat memosisikan lawan politiknya sebagai musuh. Anehnya ketika ia gagal berkuasa, ia justru mengabdi pada lawannya sembari meninggalkan para pendukungnya dalam kebingungan.

Post a Comment

0 Comments