Pandemi dan Tradisi Berbagi

Pandemi Corona yang muncul pertama kali akhir tahun lalu di Kota Wuhan telah melahirkan kepanikan di seluruh penjuru dunia. Penyebaran yang begitu cepat telah melumpuhkan sistem kesehatan di berbagai negara. Bahkan negara-negara maju semisal Amerika pun tampak kewalahan melawan pandemi yang terus merebak.

Tanpa diduga, Indonesia juga telah menjadi salah satu negara di Asia Tenggara yang turut terdampak pandemi. Laporan per tanggal 19 April 2019 merilis jumlah korban meninggal yang nyaris mencapai 10 ribu jiwa. Dilihat dari penyebaran virus yang belum terkendali, bukan tidak mungkin jumlah korban akan semakin bertambah.

Menyikapi kondisi itu, Indonesia telah menerapkan berbagai strategi pencegahan, di antaranya physical distancing (jarak fisik) dan menutup pusat-pusat keramaian untuk sementara waktu. Namun demikian, dalam skala daerah, kebijakan yang diambil berbeda-beda. Sebagian daerah menerapkannya secara ketat dan sebagian daerah lainnya tampak sedikit longgar.

Terlepas dari itu semua, yang jelas strategi pencegahan ini dengan sendirinya juga telah berdampak pada teeganggunya kehidupan sosial ekonomi masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah. Sebagian masyarakat harus mengalami PHK karena perusahaan mengurangi aktivitas, beberapa UMKM terpaksa tutup dan para pekerja seperti buruh harian juga kehilangan pekerjaan.

Kondisi demikian dengan sendirinya telah melahirkan orang-orang miskin baru karena terganggunya perekonomian di lintas sektor akibat pembatasan sosial demi pencegahan penyebaran Covid-19 yang dilakukan pemerintah.

Menyimak kondisi pandemi yang belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir, tentunya kita juga tidak dapat memprediksi kapan kondisi perekonomian masyarakat terdampak akan kembali normal. Karena itu, dibutuhkan solidaritas kemanusiaan antarsesama anak bangsa guna mengurangi beban mereka yang kini kesulitan.

Dalam kondisi sulit semacam ini, penting kiranya menumbuhkan kesadaran di benak kita semua bahwa pada prinsipnya manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Sebagai manusia, kita tidak bisa hidup sendiri. Dan, ketika dunia dilanda pandemi seperti saat ini, solidaritas kemanusiaan benar-benar diuji. Persoalan suku, agama dan ras sama sekali tidak menjadi penghalang bagi solidaritas kemanusiaan, khususnya di tengah pandemi sebagai problem global yang mesti dihadapi dan diselesaikan bersama.

Maksimalisasi Zakat

Seperti kita singgung di awal bahwa pandemi coronavirus telah berdampak pada terganggunya aktivitas ekonomi yang dialami oleh sebagian saudara-saudara kita. Bukan tidak mungkin kondisi demikian juga dialami oleh tetangga kita sendiri atau pun karib kerabat. Dengan demikian sudah sepatutnya kita mengulurkan tangan demi mengurangi beban saudara-saudara kita.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menyikapi krisis akibat pandemi adalah melalui zakat. Dalam hal ini, zakat tidak saja dibayarkan kepada fakir miskin dalam pengertian khusus, tetapi term fakir miskin ini juga mesti diperluas dan meliputi mereka yang terdampak pandemi. Mereka yang tidak bisa lagi bekerja atau kehilangan pekerjaan adalah fakir miskin baru yang mesti diperhatikan oleh badan pengelola zakat.

Bukan tidak mungkin masyarakat terdampak pandemi ini akan luput dari perhatian disebabkan persoalan teknis seperti tidak teraturnya pendataan di tingkat desa. Bisa pula disebabkan oleh keengganan dari masyarakat terdampak itu sendiri untuk melaporkan diri demi menjaga kehormatan mereka. Karena itu, dibutuhkan kerjasama semua pihak agar masyarakat yang terdampak pandemi ini bisa masuk dalam daftar penerima zakat di desa mereka masing-masing.

Kebaikan-Kebaikan Kecil di Musim Pandemi

Selain mekanisme zakat, kegiatan saling berbagi juga bisa menjadi salah satu medium untuk membantu saudara-saudara kita. Aksi berbagi ini bisa dilakukan oleh siapa pun yang memiliki kemudahan rezeki. Khususnya di bulan Ramadan seperti saat ini, kebaikan berbagi ini harus mampu kita biasakan agar ia kemudian menjadi tradisi di bulan-bulan berikutnya.

Terkait tradisi berbagi ini, di kota saya ada sebuah komunitas yang digagas oleh beberapa anak muda yang dikomandoi oleh Bripka Deni, personel Polres Bireuen. Mereka tergabung dalam komunitas Kami Peduli Bireuen (KPB) yang memulai aktivitas sejak beberapa tahun terakhir.

Fb Deni Putra

Sudah banyak sekali kegiatan sosial yang dilakukan oleh KPB melalui sumbangan para donatur dan juga keikhlasan para anggotanya. Mereka sudah berhasil membangun beberapa unit rumah layak huni kepada fakir miskin dan janda di Kabupaten Bireuen. Selain membangun rumah, komunitas ini juga membagikan sembako kepada masyarakat miskin menjelang Ramadan dan juga berbagai aktivitas sosial lainnya seperti memberi bantuan kursi roda kepada fakir miskin tunanetra di Kabupaten Bireuen.

Selain berbagi, KPB juga memberi respons yang cepat terhadap permasalahan sosial di tengah masyarakat, khususnya kabupaten Bireuen. Saya ingat, awal tahun lalu (2019), KPB pernah mengevakuasi seorang kakek tua yang tinggal seorang diri di salah satu sudut kota Bireuen. Sayangnya masyarakat sekitar tidak mengetahui perihal itu. Saat ditemukan, tubuh kakek tua itu begitu kurus dan dipenuhi kotoran karena tidak ada yang merawat. Setelah mendapat informasi, KPB langsung mengevakuasi orang tua malang itu ke rumah sakit. Namun beberapa hari kemudian kakek tua itu meninggal.

Fb Deni Putra

Selain KPB, di Aceh juga dikenal seorang sosok anak muda yang aktif dalam kegiatan sosial dengan cara mengkoordinir para donatur melalui media sosial. Anak muda itu bernama Edi Fadhil, sosok inspiratif yang senantiasa mempraktikkan tradisi saling berbagi.

KPB dan Edi Fadhil hanya sekadar contoh bagaimana mudah dan nikmatnya berbagi dengan sesama. Hendaknya aktivitas berbagi yang mereka lakukan bisa menjadi inspirasi bagi kita semua. Kebaikan berbagi ini sudah semestinya dibiasakan sehingga ia bisa menjadi tradisi yang mengakar guna memperteguh identitas kemanusiaan kita sebagai makhluk sosial.

Fb Edi Fadhil

Kita bisa memulai aktivitas ini dengan kebaikan-kebaikan kecil seperti menyumbangkan makanan ringan untuk buka puasa kepada fakir miskin dan juga masyarakat terdampak pandemi. Bisa juga dengan mengkoordinir donasi dari teman-teman melalui media sosial untuk kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan.

Bagi para pegawai negeri yang sampai saat ini masih mendapatkan gaji dari negara mungkin bisa berinisiatif untuk menyisihkan sebagian gaji, selain untuk zakat ~ juga bisa menyumbangkan sedikit penghasilannya kepada masyarakat terdampak pandemi melalui komunitas-komunitas sosial yang kredibel.

Fb Edi Fadhil

Kebaikan Berbagi

Dalam praktiknya, tradisi berbagi selalu saja memberi manfaat dalam dua arah. Tradisi ini tidak saja bermanfaat bagi mereka yang sedang membutuhkan, tapi juga berdampak pada si pemberi. Bagi penerima, bantuan tersebut akan membuatnya sedikit tersenyum karena telah mengurangi beban yang ia pikul. Sementara bagi si pemberi, senyuman si penerima akan menjadi pemandangan yang bisa menenangkan hati dan memberikan kepuasan batin karena rezeki yang dimilikinya bisa bermanfaat kepada orang lain.

Dalam konteks teologis, seorang penderma yang senantiasa berbagi kepada sesama akan diberikan kedudukan mulia di sisi Tuhan. Segala bentuk derma, baik zakat, sedekah atau pun infak, akan menjadi aset abadi yang terus memberi manfaat kepadanya, tidak hanya di dunia ini, tapi juga di akhirat nantinya. Bukan tidak mungkin orang-orang yang selama ini kita bantu dan perhatikan akan senantiasa mendoakan kebaikan kepada kita sebagai bentuk rasa syukurnya kepada Tuhan yang telah menitipkan rezeki melalui tangan kita.

Demikian pula dalam konteks sosiologis. Seorang dermawan yang gemar berbagi kebaikan di lingkungannya juga akan memiliki kedudukan terhormat di tengah masyarakat. Kecintaan masyarakat kepadanya akan menjadi modal bagi kesuksesannya di masa depan, di mana dukungan masyarakat akan terus mengalir setiap waktu.

Semoga saja Ramadan tahun ini, terlebih lagi dalam kondisi pandemi yang belum berakhir bisa menjadi langkah awal bagi kita untuk membudayakan kebaikan berbagi kepada sesama demi sempurnanya kemanusiaan kita sehingga predikat makhluk sosial menjadi layak kita sandang.

Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Menebar Kebaikan yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa

Bireuen, 30 April 2020.

Ilustrasi: FB Deni Putra

Post a Comment

0 Comments