Nomor Urut Capres dan "Mufassirin"

Baru-baru ini, pasangan calon presiden dan calon wakil presiden dikabarkan telah mendapatkan nomor urut masing-masing. Sesuai namanya, nomor itu sudah pasti berurutan. Karena hanya ada dua calon, nomor yang tersedia juga cuma dua. Masing-masing pasangan calon akan mendapatkan satu nomor yang pastinya berbeda satu sama lain.

Menurut informasi, pasangan Jokowi-Ma’ruf mendapat nomor urut 1 dan Prabowo-Sandi memperoleh nomor urut 2. Tentu tidak ada yang aneh dengan nomor yang berbeda ini. Keanehan baru muncul jika kedua pasangan mendapat nomor yang sama.

Dalam sebuah kontestasi, nomor urut hanya sebagai penanda belaka dan sama sekali bukan urutan dalam pengertian keberuntungan. Sejauh ini tampaknya belum ditemukan riset terkait hubungan nomor urut dan keberuntungan.

Namun demikian, di pentas politik praktis, para tim sukses masing-masing pasangan akan tetap mencoba menafsirkan nomor urut tersebut dengan narasi -narasi yang dianggap menguntungkan kubu mereka. Aktivitas tafsir menafsir ini tentunya wajar saja.

Yang mendapat nomor satu akan berupaya menafsirkan nomor ini sebagai simbol kemenangan. Tidak jarang para penafsir juga “membajak” ayat-ayat kitab suci guna menjustifikasi penafsirannya. “Nomor satu sebagai simbol tauhid” adalah salah satu contoh penafsiran “bajakan.” Bukan tidak mungkin, pemegang nomor satu ini juga akan menafsirkan nomor urut rivalnya sebagai simbol “kesyirikan” dan seterusnya.

Demikian pula dengan tim sukses dari nomor urut dua juga akan menafsirkan nomornya sehebat mungkin. Peluang “pembajakan” juga terbuka. Sebagai misal, “Nabi telah meninggalkan dua pegangan, yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Jadi dua ini harus kita pegang.” Ini adalah contoh penafsiran bajakan yang mengaitkan nomor mereka dengan agama. Selanjutnya, mereka juga bisa menafsirkan secara negatif nomor urut lawannya sebagai “cukup satu kali” dan seterusnya.

Untuk beberapa hari ke depan tampaknya kita akan dihibur dengan beragam penafsiran nomor urut dari kedua kubu yang tampaknya tidak akan pernah akur.

Post a Comment

0 Comments