Media Partisan

Idealnya media massa bertugas memberi pencerahan kepada publik, bukan justru melakukan penyesatan. Tapi, seperti kita lihat dan rasakan bahwa idealita tak selamanya sejalan dengan realitas. Dengan kata lain, harapan dan kenyataan tak selamanya berpadu dan justru beradu.

Di masa lampau kita hanya mengenal media cetak semisal majalah dan koran. Dalam perkembangan dunia yang semakin modern kita kemudian dikenalkan dengan media elektronik dan televisi.

Zaman terus bergerak. Sejak kemunculan internet, masyarakat dunia kembali berkenalan dengan media onlie. Awalnya media berbasis online ini tidak begitu dikenal dan hanya bisa diakses oleh kalangan tertentu yang memiliki fasilitas komputer.

Kemajuan teknologi terus berjalan dan saat ini kita dihadapkan pada banjirnya media online di tanah air. Kondisi ini didukung oleh perkembangan masyarakat yang sebagian besarnya telah memiliki hand phone pintar sehingga keingan mereka untuk mengakses informasi semakin besar.

Perjalanan teknologi terus berlanjut dengan kemunculan media sosial sehingga “semua orang” pun telah menjadi pewarta bagi sesamanya. Mereka tidak hanya berperan sebagai konsumen informasi tapi dalam waktu bersamaan telah pula menjadi produsen informasi.

Saat ini media sosial telah menjadi media alternatif untuk mengakses dan menyebar informasi kepada publik. Kondisi ini turut didukung oleh “penyimpangan” yang dilakukan beberapa “oknum” media maenstream yang “menyesatkan” publik dengan informasi “takhayul” dan “khurafat.”

Saat ini, khususnya di Indonesia sebagian media dimiliki oleh politisi. Fakta ini tentunya bukan hal baru dan tidak aneh, sebab media bisa dibuat oleh siapa saja selama ia mampu memenuhi persyaratan yang telah diatur dalam undang-undang.

Namun demikian sangat disayangkan jika media yang sebelumnya dikenal “bersih” sudah terkontaminasi dengan kepentingan politik kelompok tertentu sehingga media tersebut menjadi partisan.

Kondisi ini tentunya tidak hanya memuakkan, tapi juga menjijikkan. Namun demikian kita tidak sepenuhnya menyalahkan oknum-oknum media tersebut, sebab semua butuh makan.

Dalam kondisi ini bukan oknum media itu yang salah, tapi kita yang “kurang ajar” sebab masih menaruh kepercayaan kepada mereka.

Post a Comment

0 Comments