Rutinitas

Lebih kurang sudah 15 tahun saya menjalankan profesi sebagai guru sekolah rendah dengan status pegawai negeri. Profesi ini saya geluti sejak 2004 setelah dinyatakan lulus PNS pada Desember 2003 ketika Aceh masih dilanda konflik bersenjata.

Pada 2004 saya ditugaskan mengajar di SDN 23 Peusangan di Desa Cot keumude selama lebih kurang sembilan tahun. Pada tahun 2012 saya dipindahkan ke SDN 19 Peusangan di Desa Pulo Naleung. Terakhir pada sekira 2013 saya kembali digeser ke SDN 14 Peusangan di Desa Alue Udeung. Di sekolah disebut terakhir ini saya harus banyak bersabar karena di sini tidak ada sinyal dan PLN juga sering padam. Kondisi ketiadaan sinyal di sekolah ini sudah saya nikmati selama hampir lima tahun.

Sejak lulus menjadi guru, sampai saat ini saya belum mampu menjadi guru yang baik. Saya sering datang terlambat ke sekolah dan sering cepat pulang. Namun demikian kebiasaan saya ini tidak mengganggu proses belajar mengajar, sebab saya tidak memiliki kewajiban mengajar pada jam pertama dan jam terakhir.

Sampai saat ini saya juga masih bertahan menjadi guru non sertifikasi. Saya sama sekali belum tertarik untuk mengikuti seleksi sertifikasi. Bukan karena tesnya berat, tapi karena saya merasa tidak mampu mengajar minimal 24 jam. Saat ini saya hanya mengajar 18 jam dalam seminggu. Meskipun guru sertifikasi mendapat bayaran lebih, saya belum berminat dan justru akan merasa terbeban.

Pernah juga saya merasa bosan mengajar anak-anak. Tapi kebosanan ini terus saya sembunyikan sampai akhirnya ia memuncak. Menyikapi ini, saya menjumpai kepala dinas untuk permohonan pindah tugas. Segala jurus telah saya mainkan tetap saja gagal, sebab tidak ada seorang pejabat pun yang saya kenal. Dan sejauh ini saya juga tidak memiliki kebiasaan untuk “menjilat” atau “menyembah-nyembah” orang besar, sebab saya masih jijik dengan perilaku ini.

Akhirnya saya tetap harus bertahan menjadi guru sekolah rendah di desa ini sembari menemani anak-anak belajar dan bermain.

Post a Comment

0 Comments