Roman setebal 139 halaman ini tercatat sebagai salah satu buku wajib bagi pelajaran bahasa dan sastra di Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Roman ini pertama kali diterbitkan Balai Pustaka pada 1937 dan telah mengalami puluhan kali cetak ulang sampai sekarang. Meskipun kisah yang dihadirkan Alisjahbana dalam roman ini terbilang biasa saja, tapi gaya penulisan Alisjahbana tetap hidup dan tak lapuk dalam guliran zaman.
Tokoh utama dalam roman ini hanya tiga orang; dua gadis remas kakak beradik Tuti dan Maria serta seorang pemuda bernama Yusuf. Tuti dan Maria adalah anak perempuan dari Wiriatmaja, seorang mantan wedana di Banten pada era kolonial yang kemudian menghabiskan masa pensiunnya di Jakarta. Adapun Yusuf, seorang siswa sekolah tinggi kedokteran adalah anak tunggal dari Demang Munaf di Martapura Sumatera Selatan.
Dalam roman yang mengambil latar cerita pada tahun 1930-an ini, Alisjahbana menggambarkan Tuti sebagai sosok yang suka berpikir kritis dan aktif dalam pergerakan wanita. Karakter berlainan digambarkan oleh Alisjahbana pada sosok Maria yang disebutnya sebagai tipikal gadis kampung yang suka mengagumi sesuatu dan kurang kritis serta tidak aktif dalam gerakan wanita. Singkatnya, Tuti digambarkan sebagai gadis modern, sedangkan Maria gadis “tradisional.”
Pada saat Tuti dan adiknya Maria berkunjung ke sebuah akuarium ikan, tanpa sengaja mereka bertemu dengan Yusuf yang terlihat cukup ramah. Pada saat pulang dari tempat tersebut, Yusuf mendampingi kedua gadis itu untuk kembali ke rumah mereka. Dalam perjalanan itu, dengan masing-masing menggunakan sepeda – mereka terlibat dalam perbincangan tentang berbagai hal.
Pertemuan di akuarium tersebut akhirnya melahirkan keakraban antara Yusuf dan Maria. Dengan berlalunya waktu keduanya pun bertunangan. Sementara Tuti setelah memutuskan hubungan dengan Hambali juga menolak cinta dari Supomo. Berbeda dengan Maria yang mudah tergoda, sosok Tuti terbilang keras dan tidak ingin dirinya nanti “dijajah” laki-laki. Baginya laki-laki dan wanita adalah setara.
Dalam perjalanan kisah ini, tak disangka-sangka Maria kemudian menderita TBC dan malaria sehingga harus mendapat perawatan di sebuah rumah sakit di area pegunungan yang hijau dan sejuk. Maria untuk beberapa waktu didampingi oleh ayahnya yang berkunjung ke sana. Karena kesibukan untuk sekolah, Tuti dan Yusuf baru bisa mengunjungi Maria di “pengasingan” pada saat libur. Sakit yang diderita Maria tidak pernah melunturkan cinta Yusuf kepadanya. Tapi, sebagai calon dokter, Yusuf tidak yakin penyakit Maria dapat disembuhkan.
Di hari-hari terakhir kehidupannya, ketika harapan untuk sembuh telah menjauh, Maria meminta kepada kakaknya Tuti agar menjadi pendamping hidup Yusuf sepeninggalnya. Sebelumnya, Yusuf dan Tuti juga semakin akrab ketika mereka bersama-sama mengunjungi Maria. Sepeninggal Yusuf dan Tuti yang akan kembali ke Jakarta, Maria pun mengembuskan napas yang terakhir.
Alisjahbana mengakhiri cerita pilu ini dengan “merapatkan” hubungan cinta antara Yusuf dan Tuti sepeninggal Maria sehingga kedua anak manusia itu pun bertunangan.
0 Comments