Mengintip Bedah Novel Kura-kura Berjanggut di Serambi Budaya

Hari ini, dari pagi sampai sore tadi saya hanya menghabiskan waktu di rumah bersama anak-anak. Saya tidak ke mana-mana. Ini adalah tradisi rutin di hari Minggu. Tapi, terkadang juga terjadi penyimpangan tradisi yang tidak disengaja. Syukur hari ini saya bisa bertahan di rumah.

Selepas shalat Magrib saya langsung menuju ke kedai kopi yang tak jauh dari rumah. Bukan untuk *ngopi*, tapi untuk membaca koran.

Sampai di kedai saya langsung mencari koran Serambi Indonesia. Selain membaca beberapa potongan berita yang saya anggap penting, saya juga mengintip rubrik Serambi Budaya. Ini adalah kebiasaan saya di hari Minggu. Sementara di hari lainnya, selain membaca beberapa berita, atau mungkin beberapa iklan, saya juga mengintip kolom opini.

Pagi tadi saya menemukan ulasan menarik di Serambi Budaya. Biasanya rubrik yang diasuh Azhari Aiyub ini berisi cerpen, puisi atau esai apresiasi sastra. Di luar kebiasaan, hari ini rubrik tersebut berisi Bedah Novel. Uniknya lagi, novel yang dibedah itu ditulis oleh pengasuh rubrik, Azhari Aiyub.

Setidaknya saya memiliki dua alasan untuk menyebut Bedah Novel ini sebagai bacaan menarik. Pertama, esai dengan tajuk “Memburu Kura-kura Berjanggut itu ditulis oleh Pemimpin Umum Serambi Indonesia, Sjamsul Kahar. Kedua, novel yang dibedah adalah karya sastrawan muda Aceh, Bung Azhari Aiyub yang beberapa waktu lalu menerima penghargaan dari Kusala Sastra Khatulistiwa 2017-2018.

Sayangnya saya belum berhasil mengoleksi karya terbaik yang ditulis anak Aceh ini. Sewaktu hendak dicetak saya lupa PO sehingga saya kehilangan kesempatan untuk menjadi salah seorang pembaca yang taat. Semoga saja dalam beberapa hari ke depan saya dapat memilikinya, meskipun belum tahu di mana harus membelinya.

Karena belum sempat membaca langsung novelnya, saya pun “terpaksa” menghabiskan waktu beberapa menit untuk menyerap “bedah kecil” dari Sjamsul Kahar di Serambi Budaya. Saya juga mesti bersyukur sebab koran di kedai kopi masih selamat. Biasanya jam segini (habis Magrib), koran-koran sudah menemui ajalnya akibat “diremas-remas” pengunjung kedai dan besok ia pun sudah beralih fungsi menjadi pembungkus kue.

Post a Comment

0 Comments