Melawan Tulisan dengan Tulisan

Baru-Baru ini sekelompok orang yang mengaku sebagai Lintas Organisasi Wartawan di Aceh mempersoalkan artikel yang ditulis Teuku Kemal Fasya di Rubrik Opini Serambi Indonesia pada 4 Juli 2019. Artikel yang bertajuk “Parasit Demokrasi” tersebut dianggap melecehkan profesi wartawan, khususnya di Lhokseumawe.

Dalam tulisan itu, Kemal mengkritisi ulah sebagian oknum wartawan yang olehnya disebut sebagai wartawan bodrex. Oknum wartawan model ini dianggap sebagai parasit yang dapat meracuni demokrasi.

Dalam tulisannya, Kemal juga memuji salah seorang wartawan senior di Lhokseumawe yang disebut-sebut hidup sederhana dan tidak mau menerima amplop dari siapa pun. Bahkan Kemal sendiri mengaku beberapa kali mencoba menyerahkan amplop sebagai bentuk simpati kepada yang bersangkutan, namun pemberian itu tetap saja ditolak, meskipun ia sangat membutuhkannya.

Apa yang disampaikan oleh Kemal adalah sebuah pikiran, pendapat dan pengalamannya selama berinteraksi dengan para wartawan. Apa yang disampaikan melalui tulisan itu bisa saja benar seluruhnya; bisa benar sebagian dan bisa saja salah seluruhnya. Sebagai sebuah pendapat, tulisan Kemal tentunya harus dihargai.

Adapun terkait adanya dugaan pelecehan terhadap profesi wartawan, maka pihak yang merasa dirugikan tentunya dapat membuat tulisan klarifikasi atau pun bantahan guna menolak pikiran-pikiran yang disampaikan Kemal di media yang sama. Dengan kata lain, idealnya tulisan dibalas dengan tulisan; bukan dengan kutukan dan bukan pula melalui kecaman atau pun ancaman.

Namun begitu, sebagai penulis kita juga harus hati-hati dalam mengulas data menjadi informasi. Kita juga harus cermat menggunakan argumen agar tulisan kita tidak disalahpahami pembaca.

Post a Comment

0 Comments